Kehidupan pernikahan kami awalnya baik-baik saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.
Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal-hal seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua di luarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan anak-anak kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.
Aku mengira rumah tangga kami baik-baik saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, di suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit di rumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding akan di rumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama Meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.
Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan-akan waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat-kalimatnya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki-laki maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat-ingat 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi di saat lain, dia sering termenung di depan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di Rumah Sakit. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya, "Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? Tidak mau makan juga? Uhh... dasar anak nakal, sini piringnya," lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba-tiba saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan....aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun!
Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang ke rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba-tiba, membawakan donat buat anak-anak, dan membawakan eggroll kesukaanku. Dia mengajakku jalan-jalan, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu-lucu.
Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? Karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak di hatinya.
Suatu sore, mendung begitu menyelimuti Jakarta , aku tidak pernah menyangka, hatiku pun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.
Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papanya, dan memanggilku, "Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha?"
Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak-anakku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh-sungguh mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik-konflik terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon-pohon beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan-hutan belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki-laki yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
Yours,
Mario
Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku. Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Diamencintai perempuan lain.
Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa-sisa uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak-anakku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam-macam merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.
Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku? Itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku!
Mario terus menerus sakit-sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus di dalam hatinya. Dengan pura-pura tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
...
Setahun kemudian.
Meisha membuka amplop surat-surat itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.
Mario, suamiku...
Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja di kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku... Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku...
Ternyata aku keliru... aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario. Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, "Kenapa, Rima? Kenapa kamu mesti cemburu? Dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku." Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu,
Rima
Di surat yang lain,
"...Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari ke dua bola matamu saat memandang Meisha..."
Di surat yang kesekian,
"...Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan , aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak lagi suka membanting-banting barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur di samping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah... Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya..."
Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya.
Dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu di sampingnya.
Di surat terakhir, pagi ini...
"...Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor. Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran di matamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit. Tahukah engkau suamiku, Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi di hatimu?..."
Jelita menatap Meisha, dan bercerita,
"Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan di wajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah-marah kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya di seberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi... aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante... aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak..."
Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak.
Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba-tiba aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar, inikah tanda-tanda aku mulai mencintainya ?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak-anakku, tapi karena dia belahan jiwaku...
Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk di samping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.
Wassalamm
JW
jwahyudy@gmail.com
Kamis, 22 Januari 2009
Rabu, 21 Januari 2009
Senin, 19 Januari 2009
Red Cliff 2

Jenis Film : Action
Produser : Terence Chang, John Woo
Produksi : China Film Group
Sutradara : John Woo
Film ini termasuk dalam daftar film yang saya tunggu untuk beredar. Bahkan saya cukup terkejut ketika film ini sudah beredar di bioskop terdekat (halah). Karena, memang tidak ada informasi bahwa film ini akan segera diputar di Indonesia (atau saya saja yang kurang mengikutinya yah...).
Perjuangan para kaisar, pangeran dari negeri Cina tersebut memang layak untuk disaksikan di bioskop dan bukan sekedar kelas DVD (bajakan pula). Anda tidak akan merasa rugi menyaksikan film ini di bioskop, apalagi durasinya yang cukup lama (kayanya sih hampir 2,5 jam).
Film ini melanjutkan ceritera terdahulu yang diakhiri dengan peperangan di laut dan pada saat itu Zhu Ge liang mengibaskan tongkat dengan bulu (ayam kayanya), dan pada saat yang bersamaan terjadi kebakaran, dan film bersambung (hihihi penonton kecewa pada waktu itu). Film ini jauh lebih menarik dari sebelumnya, karena memang saya sudah penasaran bagaimana kelanjutan cerita ini). Tapi, menurut kekasihku, yang saat itu menemani saya menyaksikan film ini, berkomentar bahwa film ini jelek. Mengapa? Karena, film ini banyak sekali memotong strategi-strategi perang yang hebat, dan juga tidak sampai selesai menceritakan mengenai kelanjutan sejarah dinasti tersebut ke depannya.
Saat film ini selesai, saya berpikir, bahwa kenapa mereka berhenti sampai di titik itu. Apa yang akan terjadi seandainya Zhao Yu merebut kembali wilayah Chao Chao, dan kemudian 3 negara tersebut menjadi 1. Hmmm, yang terlintas segera dalam benak saya adalah perebutan kekuasaan. Bayangkan bagaiamana kalau seandainya Liu Bei berebut kekuasaan dengan Zhao Yu, dan chao chao kembali merebut kejayaannya yang direnggut olhe persekutuan itu. Lebih lanjut lagi, kata kekasihku, akhirnya para tokoh itu tewas satu demi satu. Bahkan terjadi pertempuran sengit dimana para ahli strategi bersatu, Zhu Ge Liang & Zhao Yu. Wuihhhh, coba dipikir, kedua jagoan strategi dan ahli meramal mood ibu pertiwi itu bergabung, mana ada yang bisa ngalahin, sayang aja mereka ga punya prajurit.
Tapi, ya sudahlah, itu sudah menjadi hak prerogatif si produsen. Mereka sudah memutuskan untuk membuat film ini 2 kali saja. Tidak menjadi jaminan bahwa film yang ke-3 akan sukses juga kan?! Mereka mampu mengemas cerita (paling tidak garis besar dari samkok) dengan baik, dan ditampilkan dengan efek yang memukau. Saya terkesima, dan semakin terpukau dengan cerita sam kok tersebut, bahkan dari yang awalnya saya tidak ingin membaca ceritanya yang dikemas menjadi 3 buah buku tebal oleh penulis legendaris kawakan Indonesia (Oom Remy Silado), hingga berubah menjadi penasaran mengenai ceritera yang sesungguhnya.
Oh ya, satu tips untuk Anda. Jangan terlalu lama mempertimbangkan akan menonton atau tidak. Segera tonton, dan menurut saya ini tidak akan merugikan Anda. Kalau memang perlu, cari studio yang memang agak nyaman (lebih dari biasanya, seperti rpemier gituuuu....hihihi) untuk menyaksikan kepiawaian Zhao Yu dan Zhu Ge Liang dalam mengatur strategi dan juga Liu Bei serta 3 anak buahnya dalam menggempur pasukan Chao Chao. Semoga Anda juga terpesona.
Salam Kamera.
Film ini termasuk dalam daftar film yang saya tunggu untuk beredar. Bahkan saya cukup terkejut ketika film ini sudah beredar di bioskop terdekat (halah). Karena, memang tidak ada informasi bahwa film ini akan segera diputar di Indonesia (atau saya saja yang kurang mengikutinya yah...).
Perjuangan para kaisar, pangeran dari negeri Cina tersebut memang layak untuk disaksikan di bioskop dan bukan sekedar kelas DVD (bajakan pula). Anda tidak akan merasa rugi menyaksikan film ini di bioskop, apalagi durasinya yang cukup lama (kayanya sih hampir 2,5 jam).
Film ini melanjutkan ceritera terdahulu yang diakhiri dengan peperangan di laut dan pada saat itu Zhu Ge liang mengibaskan tongkat dengan bulu (ayam kayanya), dan pada saat yang bersamaan terjadi kebakaran, dan film bersambung (hihihi penonton kecewa pada waktu itu). Film ini jauh lebih menarik dari sebelumnya, karena memang saya sudah penasaran bagaimana kelanjutan cerita ini). Tapi, menurut kekasihku, yang saat itu menemani saya menyaksikan film ini, berkomentar bahwa film ini jelek. Mengapa? Karena, film ini banyak sekali memotong strategi-strategi perang yang hebat, dan juga tidak sampai selesai menceritakan mengenai kelanjutan sejarah dinasti tersebut ke depannya.
Saat film ini selesai, saya berpikir, bahwa kenapa mereka berhenti sampai di titik itu. Apa yang akan terjadi seandainya Zhao Yu merebut kembali wilayah Chao Chao, dan kemudian 3 negara tersebut menjadi 1. Hmmm, yang terlintas segera dalam benak saya adalah perebutan kekuasaan. Bayangkan bagaiamana kalau seandainya Liu Bei berebut kekuasaan dengan Zhao Yu, dan chao chao kembali merebut kejayaannya yang direnggut olhe persekutuan itu. Lebih lanjut lagi, kata kekasihku, akhirnya para tokoh itu tewas satu demi satu. Bahkan terjadi pertempuran sengit dimana para ahli strategi bersatu, Zhu Ge Liang & Zhao Yu. Wuihhhh, coba dipikir, kedua jagoan strategi dan ahli meramal mood ibu pertiwi itu bergabung, mana ada yang bisa ngalahin, sayang aja mereka ga punya prajurit.
Tapi, ya sudahlah, itu sudah menjadi hak prerogatif si produsen. Mereka sudah memutuskan untuk membuat film ini 2 kali saja. Tidak menjadi jaminan bahwa film yang ke-3 akan sukses juga kan?! Mereka mampu mengemas cerita (paling tidak garis besar dari samkok) dengan baik, dan ditampilkan dengan efek yang memukau. Saya terkesima, dan semakin terpukau dengan cerita sam kok tersebut, bahkan dari yang awalnya saya tidak ingin membaca ceritanya yang dikemas menjadi 3 buah buku tebal oleh penulis legendaris kawakan Indonesia (Oom Remy Silado), hingga berubah menjadi penasaran mengenai ceritera yang sesungguhnya.
Oh ya, satu tips untuk Anda. Jangan terlalu lama mempertimbangkan akan menonton atau tidak. Segera tonton, dan menurut saya ini tidak akan merugikan Anda. Kalau memang perlu, cari studio yang memang agak nyaman (lebih dari biasanya, seperti rpemier gituuuu....hihihi) untuk menyaksikan kepiawaian Zhao Yu dan Zhu Ge Liang dalam mengatur strategi dan juga Liu Bei serta 3 anak buahnya dalam menggempur pasukan Chao Chao. Semoga Anda juga terpesona.
Salam Kamera.
Jumat, 16 Januari 2009
Pahit!
Entah mengapa rasa itu terus muncul.
Benarkah aku maish belum bisa memaafkan.
Karena terlalu pahit bagiku.
Meski harus berulang kali kukatakan dalam diri bahwa biarkan berlalu.
Dimana harus kucari rasa maaf itu.
Karena setiap kali terbayang, selalu rasa sesak itu muncul.
Butuh waktu lama untuk dapat kembali menenangkan diri ini.
Cukup lama untuk bisa merasionalisasikan rasa pahit itu.
Atau mungkin aku saja yang belum memaafkan diriku.
Karena telah membiarkan ada kejadian itu.
Atau memang aku belum memaafkannya.
Karena telah melakukan hal itu.
Memaafkan mungkin mudah bagi sebagian orang.
Akan tetapi melupakannya merupakan bagian yang tersulit.
Lalu, bagaimana mungkin bisa disebut memaafkan.
Jika seandainya melupakan kejadian itu pun belum terjadi.
Manakah yang harus didahulukan.
Apakah memaafkan dulu lalu melupakan.
Atau melupakan dulu baru bisa memaafkan.
bagiku keduanya masih dalam tahap angan-angan.
seberapa keraspun aku mencoba.
Apakah yang bisa kulakukan untuk melupakan, dan kemudian memaafkan.
Apakah aku harus mengalami kerusakan otak di bagian itu.
Sehingga membuatku lupa akan semua kejadian pahit.
Dan akhirnya dapat memulai lagi lembaran baru dan menuliskan hal indah.
Tetapi...
kata orang pengalaman adalah guru yang paling berharga.
Dan sesuatu kejadian pahit atau apapun itu yang tidak membunuhmu,
hanya akan memberikan kekuatan bagimu di masa yang akan datang.
Lalu, kalau aku merusak semua memori itu,
akankah aku menjadi seperti diriku yang sekarang.
Bisakah aku menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Atau malah berubah menjadi bajingan.
itulah mengapa akhirnya banyak orang juga mengusulkan,
hiduplah hari ini dan saat ini,
raihlah apa yang bisa kau raih hari ini,
jangan kau terpaku pada kenangan masa lalu,
atau terlalu berharap pada keadaan yang akan datang nantinya.
aku masih ingin belajar.
belajar untuk hidup hari ini dan hanya hari ini.
belajar meninggalkan masa lalu.
belajar untuk tidak berkhayal tentang masa yang akan datang.
aku ingin meraih hari ini.
untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu.
dan untuk bersiap menghadapi kejadian yang akan datang.
Semoga...
CARPE DIEM!
Benarkah aku maish belum bisa memaafkan.
Karena terlalu pahit bagiku.
Meski harus berulang kali kukatakan dalam diri bahwa biarkan berlalu.
Dimana harus kucari rasa maaf itu.
Karena setiap kali terbayang, selalu rasa sesak itu muncul.
Butuh waktu lama untuk dapat kembali menenangkan diri ini.
Cukup lama untuk bisa merasionalisasikan rasa pahit itu.
Atau mungkin aku saja yang belum memaafkan diriku.
Karena telah membiarkan ada kejadian itu.
Atau memang aku belum memaafkannya.
Karena telah melakukan hal itu.
Memaafkan mungkin mudah bagi sebagian orang.
Akan tetapi melupakannya merupakan bagian yang tersulit.
Lalu, bagaimana mungkin bisa disebut memaafkan.
Jika seandainya melupakan kejadian itu pun belum terjadi.
Manakah yang harus didahulukan.
Apakah memaafkan dulu lalu melupakan.
Atau melupakan dulu baru bisa memaafkan.
bagiku keduanya masih dalam tahap angan-angan.
seberapa keraspun aku mencoba.
Apakah yang bisa kulakukan untuk melupakan, dan kemudian memaafkan.
Apakah aku harus mengalami kerusakan otak di bagian itu.
Sehingga membuatku lupa akan semua kejadian pahit.
Dan akhirnya dapat memulai lagi lembaran baru dan menuliskan hal indah.
Tetapi...
kata orang pengalaman adalah guru yang paling berharga.
Dan sesuatu kejadian pahit atau apapun itu yang tidak membunuhmu,
hanya akan memberikan kekuatan bagimu di masa yang akan datang.
Lalu, kalau aku merusak semua memori itu,
akankah aku menjadi seperti diriku yang sekarang.
Bisakah aku menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Atau malah berubah menjadi bajingan.
itulah mengapa akhirnya banyak orang juga mengusulkan,
hiduplah hari ini dan saat ini,
raihlah apa yang bisa kau raih hari ini,
jangan kau terpaku pada kenangan masa lalu,
atau terlalu berharap pada keadaan yang akan datang nantinya.
aku masih ingin belajar.
belajar untuk hidup hari ini dan hanya hari ini.
belajar meninggalkan masa lalu.
belajar untuk tidak berkhayal tentang masa yang akan datang.
aku ingin meraih hari ini.
untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu.
dan untuk bersiap menghadapi kejadian yang akan datang.
Semoga...
CARPE DIEM!
Senin, 12 Januari 2009
react!
Funny if we see how people react.
Sometimes we never expect it from someone we know.
All the reaction to an issue will be different one from another.
It depends on many things,
time, maturity, emotional stability, etc.
The thing is, we could be someone different when facing one situation,
and turns into someone else on the other situations.
Should we do that? and call our self as a dynamic person who go with the flow?
or should we stick to our principal? and call our self as a stubborn who stick with the rules?
For me, human reaction is very unique.
We can only predict someone reaction to one issue, on behalf of their past experiences.
Yeah, experiences are always the best teacher.
But, the problem is...when someone who's had more experiences, but still...
they react differently and fall into over-react!
One of my acquaintance, who recently broke up with her couple experience this strange REACT thing.
To be short, she dumped her boyfriend for cheating.
And she found out that someone, has REACT upon her broken up.
That person mock up her ex boy friend with no clue at all.
Could it be just a rough sympathy and turns out to be some stupid reaction?
or even better, could it be someone who happens to hate that man, and using this situations to worsen up the hatred upon the man?
my acquaintance never expect that she would do that to her ex,
but it turns out someone did those stupid thing to her ex.
Yeah, for me it was pure totally stupid thing to do.
I mean, it was not your business at all, even if you are her relatives or so.
They both are grown up person who are in a mature relationship.
They can be responsible in whatever they did with the relation.
And WHO ARE YOU trying to get involved with their broken up relation?
You really should be careful for what you will do in every circumstance.
It's not being paranoid, but you have to know that your reaction will ignite others, and so on.
so, please think twice or even hundreds before doing something!
Let's react!
Sometimes we never expect it from someone we know.
All the reaction to an issue will be different one from another.
It depends on many things,
time, maturity, emotional stability, etc.
The thing is, we could be someone different when facing one situation,
and turns into someone else on the other situations.
Should we do that? and call our self as a dynamic person who go with the flow?
or should we stick to our principal? and call our self as a stubborn who stick with the rules?
For me, human reaction is very unique.
We can only predict someone reaction to one issue, on behalf of their past experiences.
Yeah, experiences are always the best teacher.
But, the problem is...when someone who's had more experiences, but still...
they react differently and fall into over-react!
One of my acquaintance, who recently broke up with her couple experience this strange REACT thing.
To be short, she dumped her boyfriend for cheating.
And she found out that someone, has REACT upon her broken up.
That person mock up her ex boy friend with no clue at all.
Could it be just a rough sympathy and turns out to be some stupid reaction?
or even better, could it be someone who happens to hate that man, and using this situations to worsen up the hatred upon the man?
my acquaintance never expect that she would do that to her ex,
but it turns out someone did those stupid thing to her ex.
Yeah, for me it was pure totally stupid thing to do.
I mean, it was not your business at all, even if you are her relatives or so.
They both are grown up person who are in a mature relationship.
They can be responsible in whatever they did with the relation.
And WHO ARE YOU trying to get involved with their broken up relation?
You really should be careful for what you will do in every circumstance.
It's not being paranoid, but you have to know that your reaction will ignite others, and so on.
so, please think twice or even hundreds before doing something!
Let's react!
Minggu, 11 Januari 2009
Kenangan!
Aku membuka mata lebar pagi ini.
Seberkas sinar menusuk langsung ke dalam retina.
menerawang jauh ke dalam relung hati.
Aku kemudian mempertanyakan.
Apa lagi yang mungkin aku lakuka hari ini?
untuk melewatkan masa masa dan terus bertahan.
Tak lama kemudian, aku berada di antara sekumpulan anak-anak remaja.
Penuh hingar-bingar walaupun saat itu penuh perasaan tak menentu.
Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.
Mereka tahu bahwa hari itu, adalah hari penilaian mereka.
Mereka sudah berjuang selama 1 semester untuk hari ini.
Hari dimana mereka tetap saja mendapatkan keluhan,
meski sudah berjuang hingga titik darah penghabisan.
kita bilang mereka tak pernah mengerti keadaan kita.
Mereka bilang, kita tak pernah mengerti keadaan mereka.
Lalu, sampai titik ini, siapa yang benar? siapa yang salah?
Jika Anda penganut teori evolusi, dan benar-benar ingin menjalankannya.
Maka Anda harus mengalah kepada mereka.
Karena mereka belum berevolusi sejauh yang sudah Anda capai (hingga saat ini).
Namun, jika Anda kebetulan bukan penyuka teori evolusi, atau bahkan menghujatnya.
Maka... Andalah juaranya.
Anda sebagai kaum superior, lebih tua, lebih pengalaman, lebih banyak makan asam garam.
Karena mereka belum sepintar Anda, dan mereka jauh di bawah Anda.
Tapi bukan itu yang saya ingin lihat.
Mereka menghadapi sekumpulan nilai, dengan tanpa rasa ragu dan khawatir.
Mungkin ada, satu atau dua anak yang akhirnya tidak dapat menikmati situasi pesta itu.
karena terlalu banyak yang ia khawatirkan, bagaimana kalau begini...bagaimana kalau begitu...
Sebagian besar dari mereka, menganggap titik yang akan dituju atau dicapai itu...
sebagai sebuah bagian di atas garis panjang yang harus dan pasti akan mereka lewati.
Kadang bahkan mereka sudah mencapai tahap berpikir...tidak ada yang bisa saya lakukan.
Bagaimana dengan Anda, yang katanya kaum superior, yang katanya sudah berevolusi?
Saya kemudian berpikir kembali, sudahkah kita benar-benar berevolusi?
benarkah kita kaum yang superior.
Karena, ketika kita menghadapi satu titik dimana kita anggap sebagai suatu batu ganjalan.
pikiran kita jauh lebih bodoh dari anak-anak remaja yang jauh di bawah kita.
Kadang kita lupa bahwa kita dulu, pernah menjadi seperti mereka.
Kekhawatiran saat ini biarlah menjadi kehawatiran saat ini saja.
Hari esok masih dapat dirancang, atau bahkan tidak peru diperdulikan.
Hari kemarin sudah menjadi kenangan, dan tidak dapat diganggu gugat keadaannya.
mungkin, terlalu banyak teori-teori yang sudah kita terima dan cerna dalam hidup.
mungkin, sudah terlalu banyak teori-teori baru yang kita temukan.
sehingga, terkadang kita lupa rumus dasar dari semua teori tersebut.
terkadang segala pemikiran kita yang liar, bebas, ekspresif, dinamis, imajinatif,
membelenggu kita sendiri.
bahkan samapi pada titik dimana kita menjadi sangat takut dengan apa yang akan terjadi.
kalau memang benar demikian adanya, ada baiknya kita tiru para anak-anak remaja tersebut.
tiru dalam hal kemampuan mereka melangkah dengan pasti menuju masa depan,
meninggalkan semua kenangan dan bukan mencoba untuk menghapusnya, apalagi...
mengulangnya kembali!
kita pinjam keceriaan mereka menyongosng setiap detik, setiap waktu yang penuh dengan dunia baru.
kita contek kemampuan ekplorasi mereka pada setiap pengalaman-pengalaman yang masih membentang luas di hadapan.
(STOP! Anda mulai menggunakan rasio anda lagi? Anda mulai berpikir, mana bisa seperti itu? memangnya mudah? lagipula mereka kan tidak tahu apa yang sudah kita alami?)
Tahukah Anda, bahwa Anda adalah satu-satunya makhluk yang dapat menguasai pikiran Anda.
Anda yang menentukan mau dibawa kemana setiap pengalaman yang Anda lalui.
Kemana? Anda yang menentukan, bukan saya!
Seberkas sinar menusuk langsung ke dalam retina.
menerawang jauh ke dalam relung hati.
Aku kemudian mempertanyakan.
Apa lagi yang mungkin aku lakuka hari ini?
untuk melewatkan masa masa dan terus bertahan.
Tak lama kemudian, aku berada di antara sekumpulan anak-anak remaja.
Penuh hingar-bingar walaupun saat itu penuh perasaan tak menentu.
Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.
Mereka tahu bahwa hari itu, adalah hari penilaian mereka.
Mereka sudah berjuang selama 1 semester untuk hari ini.
Hari dimana mereka tetap saja mendapatkan keluhan,
meski sudah berjuang hingga titik darah penghabisan.
kita bilang mereka tak pernah mengerti keadaan kita.
Mereka bilang, kita tak pernah mengerti keadaan mereka.
Lalu, sampai titik ini, siapa yang benar? siapa yang salah?
Jika Anda penganut teori evolusi, dan benar-benar ingin menjalankannya.
Maka Anda harus mengalah kepada mereka.
Karena mereka belum berevolusi sejauh yang sudah Anda capai (hingga saat ini).
Namun, jika Anda kebetulan bukan penyuka teori evolusi, atau bahkan menghujatnya.
Maka... Andalah juaranya.
Anda sebagai kaum superior, lebih tua, lebih pengalaman, lebih banyak makan asam garam.
Karena mereka belum sepintar Anda, dan mereka jauh di bawah Anda.
Tapi bukan itu yang saya ingin lihat.
Mereka menghadapi sekumpulan nilai, dengan tanpa rasa ragu dan khawatir.
Mungkin ada, satu atau dua anak yang akhirnya tidak dapat menikmati situasi pesta itu.
karena terlalu banyak yang ia khawatirkan, bagaimana kalau begini...bagaimana kalau begitu...
Sebagian besar dari mereka, menganggap titik yang akan dituju atau dicapai itu...
sebagai sebuah bagian di atas garis panjang yang harus dan pasti akan mereka lewati.
Kadang bahkan mereka sudah mencapai tahap berpikir...tidak ada yang bisa saya lakukan.
Bagaimana dengan Anda, yang katanya kaum superior, yang katanya sudah berevolusi?
Saya kemudian berpikir kembali, sudahkah kita benar-benar berevolusi?
benarkah kita kaum yang superior.
Karena, ketika kita menghadapi satu titik dimana kita anggap sebagai suatu batu ganjalan.
pikiran kita jauh lebih bodoh dari anak-anak remaja yang jauh di bawah kita.
Kadang kita lupa bahwa kita dulu, pernah menjadi seperti mereka.
Kekhawatiran saat ini biarlah menjadi kehawatiran saat ini saja.
Hari esok masih dapat dirancang, atau bahkan tidak peru diperdulikan.
Hari kemarin sudah menjadi kenangan, dan tidak dapat diganggu gugat keadaannya.
mungkin, terlalu banyak teori-teori yang sudah kita terima dan cerna dalam hidup.
mungkin, sudah terlalu banyak teori-teori baru yang kita temukan.
sehingga, terkadang kita lupa rumus dasar dari semua teori tersebut.
terkadang segala pemikiran kita yang liar, bebas, ekspresif, dinamis, imajinatif,
membelenggu kita sendiri.
bahkan samapi pada titik dimana kita menjadi sangat takut dengan apa yang akan terjadi.
kalau memang benar demikian adanya, ada baiknya kita tiru para anak-anak remaja tersebut.
tiru dalam hal kemampuan mereka melangkah dengan pasti menuju masa depan,
meninggalkan semua kenangan dan bukan mencoba untuk menghapusnya, apalagi...
mengulangnya kembali!
kita pinjam keceriaan mereka menyongosng setiap detik, setiap waktu yang penuh dengan dunia baru.
kita contek kemampuan ekplorasi mereka pada setiap pengalaman-pengalaman yang masih membentang luas di hadapan.
(STOP! Anda mulai menggunakan rasio anda lagi? Anda mulai berpikir, mana bisa seperti itu? memangnya mudah? lagipula mereka kan tidak tahu apa yang sudah kita alami?)
Tahukah Anda, bahwa Anda adalah satu-satunya makhluk yang dapat menguasai pikiran Anda.
Anda yang menentukan mau dibawa kemana setiap pengalaman yang Anda lalui.
Kemana? Anda yang menentukan, bukan saya!
Sabtu, 10 Januari 2009
Welkommen
Welcome to my blog.
This is not officially my first blog, i had one once in the friendster.
The thing is, I already export that blog into a file, but it seems like this new hosting didn't get it.
So...this is to begin my long hold expression of emotionality hands on experiences!
Please enjoy the upcoming writes of mine.
Do not hesitate to comment on my blog.
Bon Voyage!
This is not officially my first blog, i had one once in the friendster.
The thing is, I already export that blog into a file, but it seems like this new hosting didn't get it.
So...this is to begin my long hold expression of emotionality hands on experiences!
Please enjoy the upcoming writes of mine.
Do not hesitate to comment on my blog.
Bon Voyage!
Langganan:
Postingan (Atom)