Yup, mudik, suatu tradisi turun menurun para kaum rantau yang pernah dan masih memiliki kampung halaman nan jauh dari sumber mata pencaharian mereka saat ini. Fenomena mudik memang selalu menjadi hal yang dinanti-nantikan, bukan hanya oleh mereka kaum rantau tapi juga oleh saya sang penghuni Jakarta. Kenapa? karena Jakarta di saat musim mudik tiba menjadi kota yang sangat menyenangkan. dalam kamus besar bahasa saya, jalan yang menyenangkan adalah ketika Anda bisa melakukan perjalanan dari rumah, ke daerah Pondok Indah, lalu kembali ke Taman Anggrek, dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 1 1/2 jam tanpa adanya hambatan berarti.
Mudik memang seakan menjadi suatu kebutuhan batiniah lebih daripada lahiriah. Karena secara lahirian (badan), maka Anda hanya melakukan tindakan menyiksa diri sendiri secara sadar dan sukarela. Sedangkan secara batiniah, Anda merasa harus kembali ke pelukan kampung halaman, terutama jika disana masih ada orang tua, sanak saudara, dan mungkin juga teman temin (baik mesra maupun tidak). Sebagai orang dengan budaya dari timur, sudah layak dan sepantasnyalah kita menjunjung tinggi balas budi dan abdi baik kita kepada orang tua. Karena kalau tidak, KUALAT lah hukumnya. Siapa yang mau dianggap kualat dengan orang tuanya? ambil contoh lah si Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu karena kualat terhadap Ibunya seorang. Jadi, daripada dikutuk oleh orang tua, jauh lebih baik lah Anda memenuhi kebutuhan batiniah tersebut.
Biasanya, mudik diidentikkan dengan adanya hari raya besar Umat Islam di Indonesia. Karena, menjelang hari raya ini dan juga setelahnya, pemerintah selaku penguasa pemberi hari cuti bersama menetapkan hari-hari sebelum dan sesudah Hari raa Idul Fitri (a.k.a Lebaran) sebagai hari cuti bersama. Jadi, bagi para pencari uang/rejeki seperti saya dan juga Anda, baik yang sudah terbit hari cutinya maupun yang masih memangku penuh harap kapan mendapat jatah cuti, hari tersebut sangatlah dinantikan.
Liburan menjadi tema utama yang hangat diperbincangkan menjelang hari-hari tersebut, dan tentu saja silaturahmi dengan handai taulan di Hari Raya Idul Fitri. Libur menjadi sangat bermanfaat bagi manusia secara umumnya, karena dengan libur berarti Anda meluangkan sedikit waktu untuk mengistirahatkan pikiran Anda untuk hal-hal yang rumit dan berbau kerjaan, dan menggantinya dengan pikiran siapa yang harus mengepel dan juga mencuci baju serta memomong anak dikala sang asisten rumah tangga (A.R.T.) Anda pulang.
Ya, liburan di kala musim mudik tiba memang memberikan efek yang kurang menyenangkan juga, terutama ketika Anda menjadi penunggu rumahan, mengambil alih tugas si A.R.T. yang selama ini tidak menjadi beban pikiran Anda. Bagi Anda pemilik pikiran nan positif, akan menganggapnya sebagai kesempatan untuk melatih gerak badan yang mungkin termasuk kurang (apalagi hidupnya cuman di kubikel kantor yang kerjaannya duduk lebih lama dari berdiri dan ditambah cemilan). Namun, bagi Anda sang oportunis, Anda sudah bersiap-siap kabur liburan sejak dimulai dengan si A.R.T. tidak lagi berada di rumah. karena hanya dengan cara Anda tidak ada di rumah lah maka Anda menjadi terbebas dari tugas rutin A.R.T. anda. Sayang, seperti saya, ada juga orang yang ingin menjadi oportunis dan memilih kabur dari tugas tersebut, hanya saja tidak didudukung dengan kemampuan lain (sebut saja waktu, tenaga, kesempatan - bisa juga dirangkum jadi satu: DANA/UANG/HEPENG/MONEY/FULUS/DUIT) sehingga mengharuskan Anda menjadi seorang positif thinker (kalau mampu) sehingga membuat tugas tersebut menjadi tidak terlalu terasa memberatkan. Sayang, jarang yang mampu kalau tidak terbiasa, termasuk juga saya yang kadang semangat kadang tidak.
Kelengangan Jakarta yang saya sukai selama musim mudik ini ternyata hanya berpindah tempat. Mudik yang juga identik dengan pemindahan kemacetan Jakarta ke beberapa ruas jalur mudik yang sudah dipersiapkan dengan matang oleh Bapak-Ibu Petugas lalu Lintas dari POLRI. Bayangkan saja, pemudik dari jakarta dan juga pemudik kagetan akan memenuhi jalur tersebut menjelang dan juga selesai Hari Raya Idul Fitri. Bahkan kejadian macet yang berulang kali terjadi pun tidak membuat kaum rantau untuk gentar menempuh jalur tersebut, demi memenuhi kebutuhan batiniah mereka. Sungguh suatu tindakan yang patut diacungi 2 jempol.
Paling tidak, semua kelenggangan ini tetap membawa berkah, semua penduduk yang tersisa dan memutuskan menyisakan diri di jakarta turut senang. Polusi udara hasil pembakaran karbon pun berkurang (udah ada yang itung belom yah?). Beban yang diterima jalan-jalan utama dan kecil pun turut berkurang, memperpanjang umur ekonomis jalan raya. Membantu dalam pengeksplorasian Jakarta yang sangat malas dilakukan dengan penduduk penuh sehari-hari. So, banyak juga positifnya toh.. Pasti ada juga sisi kekurangannya, tapi demi menuntaskan misi berpikir positif sisa hasil akibat adanya mudik, maka saya bahas yang positif aja.
Kegiatan mudik tahun ini berangsur-angsur selesai, dan semua aktivitas kembali ke sediakala. Hanya saja masih ada sisa-sisa akibatnya tersebut, ada yang masih merasa kelelahan karena tugas harian A.R.T. mereka, ada juga yang kelelahan lahiriah akibat mudik, namun itu semua seakan telah menjadi rutinitas. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, selalu dinanti orang yang merayakan maupun tidak. Semoga kita masih diberikan umur panjang untuk bertemu di kegiatan mudik tahun-tahun mendatang.
Mumpung masih suasana Idul Fitri, ijinkan saya mengucapkan mohon maaf lahir dan bathin. Maapin ane, barangkali ade saleh-saleh kate maupun tingkah.
C u next Mudik...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar