Aku membuka mata lebar pagi ini.
Seberkas sinar menusuk langsung ke dalam retina.
menerawang jauh ke dalam relung hati.
Aku kemudian mempertanyakan.
Apa lagi yang mungkin aku lakuka hari ini?
untuk melewatkan masa masa dan terus bertahan.
Tak lama kemudian, aku berada di antara sekumpulan anak-anak remaja.
Penuh hingar-bingar walaupun saat itu penuh perasaan tak menentu.
Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.
Mereka tahu bahwa hari itu, adalah hari penilaian mereka.
Mereka sudah berjuang selama 1 semester untuk hari ini.
Hari dimana mereka tetap saja mendapatkan keluhan,
meski sudah berjuang hingga titik darah penghabisan.
kita bilang mereka tak pernah mengerti keadaan kita.
Mereka bilang, kita tak pernah mengerti keadaan mereka.
Lalu, sampai titik ini, siapa yang benar? siapa yang salah?
Jika Anda penganut teori evolusi, dan benar-benar ingin menjalankannya.
Maka Anda harus mengalah kepada mereka.
Karena mereka belum berevolusi sejauh yang sudah Anda capai (hingga saat ini).
Namun, jika Anda kebetulan bukan penyuka teori evolusi, atau bahkan menghujatnya.
Maka... Andalah juaranya.
Anda sebagai kaum superior, lebih tua, lebih pengalaman, lebih banyak makan asam garam.
Karena mereka belum sepintar Anda, dan mereka jauh di bawah Anda.
Tapi bukan itu yang saya ingin lihat.
Mereka menghadapi sekumpulan nilai, dengan tanpa rasa ragu dan khawatir.
Mungkin ada, satu atau dua anak yang akhirnya tidak dapat menikmati situasi pesta itu.
karena terlalu banyak yang ia khawatirkan, bagaimana kalau begini...bagaimana kalau begitu...
Sebagian besar dari mereka, menganggap titik yang akan dituju atau dicapai itu...
sebagai sebuah bagian di atas garis panjang yang harus dan pasti akan mereka lewati.
Kadang bahkan mereka sudah mencapai tahap berpikir...tidak ada yang bisa saya lakukan.
Bagaimana dengan Anda, yang katanya kaum superior, yang katanya sudah berevolusi?
Saya kemudian berpikir kembali, sudahkah kita benar-benar berevolusi?
benarkah kita kaum yang superior.
Karena, ketika kita menghadapi satu titik dimana kita anggap sebagai suatu batu ganjalan.
pikiran kita jauh lebih bodoh dari anak-anak remaja yang jauh di bawah kita.
Kadang kita lupa bahwa kita dulu, pernah menjadi seperti mereka.
Kekhawatiran saat ini biarlah menjadi kehawatiran saat ini saja.
Hari esok masih dapat dirancang, atau bahkan tidak peru diperdulikan.
Hari kemarin sudah menjadi kenangan, dan tidak dapat diganggu gugat keadaannya.
mungkin, terlalu banyak teori-teori yang sudah kita terima dan cerna dalam hidup.
mungkin, sudah terlalu banyak teori-teori baru yang kita temukan.
sehingga, terkadang kita lupa rumus dasar dari semua teori tersebut.
terkadang segala pemikiran kita yang liar, bebas, ekspresif, dinamis, imajinatif,
membelenggu kita sendiri.
bahkan samapi pada titik dimana kita menjadi sangat takut dengan apa yang akan terjadi.
kalau memang benar demikian adanya, ada baiknya kita tiru para anak-anak remaja tersebut.
tiru dalam hal kemampuan mereka melangkah dengan pasti menuju masa depan,
meninggalkan semua kenangan dan bukan mencoba untuk menghapusnya, apalagi...
mengulangnya kembali!
kita pinjam keceriaan mereka menyongosng setiap detik, setiap waktu yang penuh dengan dunia baru.
kita contek kemampuan ekplorasi mereka pada setiap pengalaman-pengalaman yang masih membentang luas di hadapan.
(STOP! Anda mulai menggunakan rasio anda lagi? Anda mulai berpikir, mana bisa seperti itu? memangnya mudah? lagipula mereka kan tidak tahu apa yang sudah kita alami?)
Tahukah Anda, bahwa Anda adalah satu-satunya makhluk yang dapat menguasai pikiran Anda.
Anda yang menentukan mau dibawa kemana setiap pengalaman yang Anda lalui.
Kemana? Anda yang menentukan, bukan saya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar